Terminologi Wakaf
oleh Yayat Hidayat (09.01.0001)
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Islam
mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya, baik yang berkaitan dengan urusan Akhirat seperti dalam konteks ibadah
pokok seperti shalat, yang mana shalat merupakan bentuk ibadah penghambaan
seorang manusia kepada Allah.s elain dengan urusan vertical atau seperti yang
telah disebutkan diatas, islam juga mengatur kehidupan umatnya(Manusia) dalam
hubungan horizontal yaitu kepada sesama manusia lainnya, baik dalam hubungan
social kemasyarakatan maupun dalam hal pendistribusian kesejahteraan(kekayaan)
seperti adanya perintah zakat, infak, shadaqah dan wakaf. Namun dalam makalah
ini akan dibahas sedikit mengenai terminology wakaf atau pengertian wakaf.
Kata
wakaf sudah tidak asing lagi ditelinga kita begitupun juga ditelinga masyarakat
pada umumnya baik dari kalangan atas hingga kalangan bawah. Kata ini dikalangan
masyarakat pada umumnya diartikan dengan “pemberian sebagian harta secara
ikhlas(sukarela) untuk digunakan bagi kepentingan umum seperti untuk mesjid,
madrasah,jalan raya dsb, tanpa banyak yang mengetahui terminology wakaf itu
seperti apa.
B. Rumusa
Masalah
Dari
sedikit uraian diatas maka timbulah masalah, diantaranya yaitu: Apa pengertian
wakaf ,dan bagaimana terminologinya bila dipandang dalam kajian fiqih, hokum
wakaf, ketentuan wakaf, dan sifat wakaf .
WAKAF
A. Terminologi Wakaf
Sebelum
mulai membahas tentang arti terminologi wakaf, dalam makalah ini akan sedikit
dibahas mengenai arti dari terminologi itu sendiri. Terinologi berasal dari
bahasa latin yaitu terminus atau
peristilahan yaitu ilmu mengenai istilah da pernggunaannnya, istilah dalam bahasa arab diartikan
sebagai kata dan gabungan kata yang digunakan dalam konteks tertentu.
Wakaf dalam
terminologinya adalah menahan hak milik atas
harta benda untuk dikelola secara produktif dan didistribusikan hasilnya. Wakaf
juga diartikan secara etimologi dari kata
Waqf yang berarti menahan,berhenti atau diam.
Jadi, harta benda yang diwakafkan tidak boleh berkurang sedikitpun, karena itu
harus dikelola dan hasilnya dipergunakan untuk kesejahteraan dan kemashlahatan
umat. Untuk lebih jelasnya Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
Syariah.
Di kalangan ulama
fikih terdapat perbedaan pendapat mengenai terminologi wakaf. Hanafi
berpendapat bahwa wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap
milik wakif dan diperbolehkan mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Maliki
lebih cenderung menahan benda milik pewakaf dari penggunaan secara kepemilikan
akan tetapi memperbolahkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan.
Sementara Syafi’i dan Hambal berpendapat bahwa wakaf adalah menahan harta
pewakaf untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap
melanggengkan harta tersebut sebagai bentuk taqarrub kepada
Allah SWT.
Wakaf berbeda dengan
filantropi lain dalam islam lainnya, semisal zakat, Wakaf berbeda dengan jenis filantrofi lain dalam
islam, sebut saja misalnya zakat. Pengelola zakat (amil) bertugas
untuk mendistribusikan ”seluruh” harta zakat yang terkumpul kepada delapan
golongan (mustahiq zakat). Sedangkan pengelola wakaf (nadhir)
harus menjaga harta wakaf agar tetap ”utuh”. Dan yang dapat didistribusikan
kepada masyarakat adalah manfaat dari harta yang diwakafkan (mauquf).
Nilai strategis wakaf juga dapat dilihat dari sisi pengelolaan. Jika zakat
ditujukan untuk menjamin keberlangsungan pemenuhan kebutuhan pokok kepada
”delapan golongan”, maka wakaf lebih dari itu. Hasil pengelolaan wakaf dapat
dimanfaatkan ”semua lapisan masyarakat”, tanpa batasan golongan, untuk
kesejahteraan sosial dan membangun peradaban umat. Oleh sebab itu keutamaan
wakaf terletak pada hartanya yang utuh dan manfaatnya yang terus berlipat dan
mengalir abadi, atau dapat disebut shadaqah jariyah.
B. Dasar Hukum
1. Al-Qur’an
”Kamu
sekali-kali tidak mencapai kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan
sebagian harta yang kamu cintai. Dan sesungguhnya Allah akan mengetahui apa
saja yang kamu nafkahkan”. (QS. Ali Imran : 92).
”Siapa yang mau memberi pinjaman
kepada ALLAH denganpinjaman yang baik. Maka ALLAH akan melipat gandakan
balasannya dan baginya pahala yang mulia”.(Q.S Al-Hadid : 11)
”ingatlah kamu ini orang-orang
yang diajak untuk menafkahkan hartamu pada jalan ALLAH, maka diantara kamu ada
yang kikir. Sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri dan ALLAHlah yang
Maha Kayasedang kamulah yang membutuhkan-Nya”.(Q.S Muhammad : 38)
”Janganlah kamu takut kepada
kemiskinan karena membelanjakan harta dijalan ALLAH”.(Q.S Al-Baqarah : 245)
2.
As-Sunnah
”Apabila manusia wafat,
terputuslah amal perbuatannya, kecuali dari tiga hal: shadaqoh jariyah, ilmu
yang dimanfaatkan, atau anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya”. (HR. Muslim).
”Tidak akan berkurang harta yang
disedekahkan dijalan ALLA, melainkan ia bertambah,,,bertambah,,,bertambah”.(H.R
Tirmidzi)
”Dari Ahmad dan Al Bukhari, dari Abu Hurairah, Rasulullah
SAW, bersabda:”Barang siapa mewakafkan seekor kuda di jalan Allah dengan penuh
keimanan dan keikhlasan, maka makannya, fesesnya dan air seninya itu menjadi
amal kebaikan dan timbangan di hari kiamat.”
“Diriwayatkan dari Ibnu
Umar r.a, Umar bin Khatab r.a memperoleh tanah (kebun) di Khaibar, lalu ia
datang kepada Nabi SAW, untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut, ia
berkata Wahai Rasulullah saya memperoleh tanah di Khaibar, yang belum pernah
saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah itu, apa perintah
engkau (kepadaku) mengenainya?, Nabi SAW menjawab, jika mau, kamu tahan
pokoknya dan kamu sedekahkan (hasilnya), Ibnu Umar berkata maka Umar
menyedekahkan tanah itu (dengan mensyaratkan) tanah itu tidak dijual, tidak
dihibahkan, dan tidak diwariskan ia menyedekahkan hasilnya kepada fuqara,
kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan
tamu. Tidak berdosa dari orang yang mengelola untuk memakan dari (hasil) tanah
itu secara ma'ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa
menjadikannya sebagai harta hak milik. Rawi berkata, saya menceritakan hadis
tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia berkata ghaira mutaatstsilin malan' (tanpa
menyimpanya sebagai harta hak milik. (H.R. al-Bukhari, Muslim, al Tharmidzi,
al-Nasa'i)”
“Diriwayatkan dari Ibnu
Umar r.a, ia berkata Umar bin Khatab r.a berkata kepada Nabi SAW, saya
mempunyai seratus saham (tanah, kebun) di Khaibar belum pernah saya mendapatkan
harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu, saya bermaksud
menyedekahkannya' Nabi SAW, berkata' Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya
pada sabilillah'. (H.R. al-Nasa'i)”
Para
ulama menafsirkan, yang dimaksud dengan shadaqoh jariyah adalah wakaf. Karena
itu berdasarkan hadits di atas, wakaf merupakan bentuk amal jariyah yang
pahalanya akan terus mengalir hingga hari akhir, meski orangnya telah tutup
usia. Praktik wakaf ini pernah dicontohkan oleh sahabat Umar bin Khattab.
kemudian yang diaksud dengan menafkahkan harta dijalan ALLAH juga bisa
diartikan dengan sedekah dan lebih dikhususkan lagi dapat diartikan dengan
wakaf. Dimana sedekah diartikan sebagai pemberian dari suatu pihak kepada pihak
lain. Para ulama dari berbagai madzhab telah ijmā’ atas syar’inya wakaf sebagai
ibadah yang memiliki status hukum sunnah.
C.
Ketentuan Wakaf
- Waqif (orang yang
mewakafkan) Orang merdeka, berakal, baligh, rosyid (bukan orang yang
tercegah tasarrufnya) dan Syafiiyyah, Malikiyyah dan Hanafiyyah menambahi
dengansatu syarat yaitu ihtiyar (tidak dalam keadaan terpaksa).
- Mauquf (barang yang di
wakafkan )18:
Harta benda yang bernilai (mal mutaqowwam), dapat diketahui (ma’lum
) dan milik sempurna (tidak dalam keadan khiyar).
- Shighot : Apakah akad wakaf
membutuhkan ijab dan qobul?. Ulama sepakat bahwa akad wakaf hanya
membutuhkan ijab saja jika untuk wakaf yang ditujukan bagi pihak yang
tidak tertentu.(ghoiru mu’ayyan). Adapun wakaf yang ditujukan bagi pihak
tertentu (mu’ayyan) ulama berbeda pendapat : Menurut Hanafiyyah dan
Hanabilah dalam keadaan seperti itu wakaf hanya membutuhkan ijab saja.
Sedangkan menurut Syafiiyyah dan Malikiyyah, mereka masih tetap mensyaratkan
adanya ijab dan qobul.
Adapun
syarat shigot dalam wakaf adalah: Ta’bid (untuk selama-lamanya),
tanjiz (tidak digantungkan kepada kejadian tertentu), ilzam (tidak
ada khiyar), tidak disertai syarat yang membatalkan wakaf dan menurut
Syafi’iyyah dalam qoul adharnya di tambah dengan adanya penjelasan
tentang mashrof wakaf (orang yang
di beri wakaf).
2. Rukun Wakaf
Pelaku terdiri dari orang yang
mewakafkan harta (wakif/pewakaf). Namun ada pihak yang memiliki peranan penting
walaupun diluar rukun wakaf yaitu pihak
yang diberi wakaf/ diamanahkan untuk mengelola wakaf yang disebut nazhir.
Barang atau harta yang diwakafkan
(mauquf bih)
Peruntukan wakaf (mauquf’alaih)
Shighat (pernyataan atau ikrar sebagai
suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta bendanya termasuk penetapan
jangka waktu dan peruntukan)
3. Pengelola Wakaf
a.
melakukan pengelolaan dan
pemeliharaan barang yang diwakafkan,
b.
melaksanakan syarat dari pewakaf.,
boleh dilanggar jika:
c.
adanya maslahat
d.
Perkara diajukan pada hakim
e.
membela dan mempertahankan kepentingan harta wakaf.
f.
melunasi utang wakaf dengan menggunakan
pendapatan atau hasil produksi harta wakaf tersebut.
g.
menunaikan hak-hak mustahik dari harta
wakaf, tanpa menundanya, kecuali terjadi sesuatu yang mengakibatkan pembagian
tersebut tertunda.
4. Yang Boleh Dilakukan Nazhir
Ø menyewakan
harta wakaf
Ø menanami tanah
wakaf
Ø membangun
pemukiman di atas tanah wakaf untuk disewakan
Ø mengubah
kondisi harta wakaf menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi para fakir miskin
dan mustahik,
5. Yang Tidak Boleh Dilakukan
v dominasi atas
harta wakaf,
v berutang atas
nama wakaf
v menggadaikan
harta wakaf
v mengizinkan
seseorang menggunakan harta wakaf tanpa bayaran, kecuali dengan alasan hukum .
v meminjamkan
harta wakaf kepada pihak yang tidak
termasuk dalam golongan peruntukkan wakaf
D.
Sifat Wakaf
Waqaf adalah aqad yang lazimah
artinya tidak bisa dibatalkan oleh siapapun, dan tidak boleh dijual, tidak
boleh dihibahkan dan tidak boleh diwariskan. Bila waqaf berupa masjid namun ternyata tidak digunakan dan
hancur, maka boleh dijual dan harganya digunakan untuk pembangunan masjid lagi.
Kesimpulan
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa wakaf adalah ibadah
maaliyah yang bertujuan untuk memberikan faedah atau manfaat kepada orang yang
berhak menerimanya . Hasil
pengelolaan wakaf dapat dimanfaatkan ”semua lapisan masyarakat”, tanpa batasan
golongan, untuk kesejahteraan sosial dan membangun peradaban umat, sesuai dengan syari’at islam. Hal tersebut juga sesuai dengan UU no. 41 Tahun
2004 yang berbunyi “ wakaf
bertujuan untuk mewujudka potensi da
manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan
kesejahteraan umum.
Dasar hokum wakaf bersumber pada AL-qur’an da Hadits, para ulama bersepakan bahwa
wakaf adalah ibadah yang memiliki status hokum sunnah.
Bahan
Rujukan
1.
http://id.wikipedia.org/wiki/Terminologi
2.
http://arisandi.com/pengertian-wakaf/
5.
http://www.gensalaf.net/?p=383
7.
http://pusbangwakafdt.blogspot.com/search/label/Definisi%20Wakaf
8.
PP No.42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
9.
Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
http://id.wikipedia.org/wiki/Terminologi
http://pusbangwakafdt.blogspot.com/search/label/Definisi%20Wakaf
http://pusbangwakafdt.blogspot.com/search/label/Wakaf
http://elshohwah.tripod.com/makalah/Diskusi%201.htm