Jumat, 23 Maret 2012

Dijitak Hujan

Berjalan merenung
ditepi langkah menyusuri jalan kehidupan
dalam kebimbangan hidup yang tak menentu
kaki berayun meniti langkah kecil
fikiran tak tentu arah,
saat berkecamuk bingung kepala
dari mana akan kudapat berjuta-juta
tetesa hujan menjitak kepalaku,
hingga aku tersadar bahwa hari mulai hujan....

Rabu, 14 Maret 2012

Fiqih dan manajemen wakaf(makalah)


Terminologi  Wakaf

oleh Yayat Hidayat (09.01.0001)

Pendahuluan
A.   Latar Belakang
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya, baik yang berkaitan dengan  urusan Akhirat seperti dalam konteks ibadah pokok seperti shalat, yang mana shalat merupakan bentuk ibadah penghambaan seorang manusia kepada Allah.s elain dengan urusan vertical atau seperti yang telah disebutkan diatas, islam juga mengatur kehidupan umatnya(Manusia) dalam hubungan horizontal yaitu kepada sesama manusia lainnya, baik dalam hubungan social kemasyarakatan maupun dalam hal pendistribusian kesejahteraan(kekayaan) seperti adanya perintah zakat, infak, shadaqah dan wakaf. Namun dalam makalah ini akan dibahas sedikit mengenai terminology wakaf atau pengertian wakaf.
Kata wakaf sudah tidak asing lagi ditelinga kita begitupun juga ditelinga masyarakat pada umumnya baik dari kalangan atas hingga kalangan bawah. Kata ini dikalangan masyarakat pada umumnya diartikan dengan “pemberian sebagian harta secara ikhlas(sukarela) untuk digunakan bagi kepentingan umum seperti untuk mesjid, madrasah,jalan raya dsb, tanpa banyak yang mengetahui terminology wakaf itu seperti apa.
B.   Rumusa Masalah
      Dari sedikit uraian diatas maka timbulah masalah, diantaranya yaitu: Apa pengertian wakaf ,dan bagaimana terminologinya bila dipandang dalam kajian fiqih, hokum wakaf, ketentuan wakaf, dan sifat wakaf .




WAKAF
A.  Terminologi Wakaf
Sebelum mulai membahas tentang arti terminologi wakaf, dalam makalah ini akan sedikit dibahas mengenai arti dari terminologi itu sendiri. Terinologi berasal dari bahasa latin yaitu terminus atau peristilahan yaitu ilmu mengenai istilah da pernggunaannnya, istilah dalam bahasa arab diartikan sebagai kata dan gabungan kata yang digunakan dalam konteks tertentu[1].

        Wakaf dalam terminologinya adalah menahan hak milik atas harta benda untuk dikelola secara produktif dan didistribusikan hasilnya. Wakaf juga diartikan secara etimologi dari kata  Waqf yang berarti menahan,berhenti atau diam[2]. Jadi, harta benda yang diwakafkan tidak boleh berkurang sedikitpun, karena itu harus dikelola dan hasilnya dipergunakan untuk kesejahteraan dan kemashlahatan umat.  Untuk lebih jelasnya Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah[3].

Di  kalangan ulama fikih terdapat perbedaan pendapat mengenai terminologi wakaf. Hanafi berpendapat bahwa wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik wakif dan diperbolehkan mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Maliki lebih cenderung menahan benda milik pewakaf dari penggunaan secara kepemilikan akan tetapi memperbolahkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan. Sementara Syafi’i dan Hambal berpendapat bahwa wakaf adalah menahan harta pewakaf untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai bentuk taqarrub kepada Allah SWT.

      Wakaf berbeda dengan filantropi lain dalam islam lainnya, semisal zakat,   Wakaf berbeda dengan jenis filantrofi lain dalam islam, sebut saja misalnya zakat. Pengelola zakat (amil) bertugas untuk mendistribusikan ”seluruh” harta zakat yang terkumpul kepada delapan golongan (mustahiq zakat). Sedangkan pengelola wakaf (nadhir) harus menjaga harta wakaf agar tetap ”utuh”. Dan yang dapat didistribusikan kepada masyarakat adalah manfaat dari harta yang diwakafkan (mauquf)[4].

      Nilai strategis wakaf juga dapat dilihat dari sisi pengelolaan. Jika zakat ditujukan untuk menjamin keberlangsungan pemenuhan kebutuhan pokok kepada ”delapan golongan”, maka wakaf lebih dari itu. Hasil pengelolaan wakaf dapat dimanfaatkan ”semua lapisan masyarakat”, tanpa batasan golongan, untuk kesejahteraan sosial dan membangun peradaban umat. Oleh sebab itu keutamaan wakaf terletak pada hartanya yang utuh dan manfaatnya yang terus berlipat dan mengalir abadi, atau dapat disebut shadaqah jariyah.
B.  Dasar Hukum
1.     Al-Qur’an
           ”Kamu sekali-kali tidak mencapai kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan sesungguhnya Allah akan mengetahui apa saja yang kamu nafkahkan”. (QS. Ali Imran : 92).
      ”Siapa yang mau memberi pinjaman kepada ALLAH denganpinjaman yang baik. Maka ALLAH akan melipat gandakan balasannya dan baginya pahala yang mulia”.(Q.S Al-Hadid : 11)
      ”ingatlah kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan hartamu pada jalan ALLAH, maka diantara kamu ada yang kikir. Sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri dan ALLAHlah yang Maha Kayasedang kamulah yang membutuhkan-Nya”.(Q.S Muhammad : 38)
      ”Janganlah kamu takut kepada kemiskinan karena membelanjakan harta dijalan ALLAH”.(Q.S Al-Baqarah : 245)
2.     As-Sunnah
 ”Apabila manusia wafat, terputuslah amal perbuatannya, kecuali dari tiga hal: shadaqoh jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya”. (HR. Muslim).
      ”Tidak akan berkurang harta yang disedekahkan dijalan ALLA, melainkan ia bertambah,,,bertambah,,,bertambah”.(H.R Tirmidzi)
”Dari Ahmad dan Al Bukhari, dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW, bersabda:”Barang siapa mewakafkan seekor kuda di jalan Allah dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka makannya, fesesnya dan air seninya itu menjadi amal kebaikan dan timbangan di hari kiamat.”
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, Umar bin Khatab r.a memperoleh tanah (kebun) di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi SAW, untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut, ia berkata Wahai Rasulullah saya memperoleh tanah di Khaibar, yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah itu, apa perintah engkau (kepadaku) mengenainya?, Nabi SAW menjawab, jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasilnya), Ibnu Umar berkata maka Umar menyedekahkan tanah itu (dengan mensyaratkan) tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan ia menyedekahkan hasilnya kepada fuqara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa dari orang yang mengelola untuk memakan dari (hasil) tanah itu secara ma'ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. Rawi berkata, saya menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia berkata ghaira mutaatstsilin malan' (tanpa menyimpanya sebagai harta hak milik. (H.R. al-Bukhari, Muslim, al Tharmidzi, al-Nasa'i)
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, ia berkata Umar bin Khatab r.a berkata kepada Nabi SAW, saya mempunyai seratus saham (tanah, kebun) di Khaibar belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu, saya bermaksud menyedekahkannya' Nabi SAW, berkata' Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabilillah'. (H.R. al-Nasa'i)”

            Para ulama menafsirkan, yang dimaksud dengan shadaqoh jariyah adalah wakaf. Karena itu berdasarkan hadits di atas, wakaf merupakan bentuk amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir hingga hari akhir, meski orangnya telah tutup usia. Praktik wakaf ini pernah dicontohkan oleh sahabat Umar bin Khattab. 

           kemudian yang diaksud dengan menafkahkan harta dijalan ALLAH juga bisa diartikan dengan sedekah dan lebih dikhususkan lagi dapat diartikan dengan wakaf. Dimana sedekah diartikan sebagai pemberian dari suatu pihak kepada pihak lain. Para ulama dari berbagai madzhab telah ijmā’ atas syar’inya wakaf sebagai ibadah yang memiliki status hukum sunnah[5].

C.            Ketentuan Wakaf
1.      Syarat-syarat wakaf[6].

- Waqif (orang yang mewakafkan) Orang merdeka, berakal, baligh, rosyid (bukan orang yang tercegah tasarrufnya) dan Syafiiyyah, Malikiyyah dan Hanafiyyah menambahi dengansatu syarat yaitu ihtiyar (tidak dalam keadaan terpaksa).
- Mauquf (barang yang di wakafkan )18: Harta benda yang bernilai (mal mutaqowwam), dapat diketahui (ma’lum ) dan milik sempurna (tidak dalam keadan khiyar).
- Mauquf ‘Alaih (orang yang di wakafi)19: yaitu adakalanya orang tertentu dan adakalanya umum.
- Shighot : Apakah akad wakaf membutuhkan ijab dan qobul?. Ulama sepakat bahwa akad wakaf hanya membutuhkan ijab saja jika untuk wakaf yang ditujukan bagi pihak yang tidak tertentu.(ghoiru mu’ayyan). Adapun wakaf yang ditujukan bagi pihak tertentu (mu’ayyan) ulama berbeda pendapat : Menurut Hanafiyyah dan Hanabilah dalam keadaan seperti itu wakaf hanya membutuhkan ijab saja. Sedangkan menurut Syafiiyyah dan Malikiyyah, mereka masih tetap mensyaratkan adanya ijab dan qobul.
Adapun syarat shigot dalam wakaf  adalah: Ta’bid (untuk selama-lamanya), tanjiz (tidak digantungkan kepada kejadian tertentu), ilzam (tidak ada khiyar), tidak disertai syarat yang membatalkan wakaf dan menurut Syafi’iyyah dalam qoul adharnya di tambah dengan adanya penjelasan tentang mashrof  wakaf (orang yang di beri  wakaf).
2.        Rukun Wakaf
*      Pelaku terdiri dari orang yang mewakafkan harta (wakif/pewakaf). Namun ada pihak yang memiliki peranan penting walaupun diluar rukun wakaf  yaitu pihak yang diberi wakaf/ diamanahkan untuk mengelola wakaf yang disebut nazhir.
*      Barang atau harta yang diwakafkan (mauquf bih)
*      Peruntukan wakaf (mauquf’alaih)
*      Shighat (pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta bendanya termasuk penetapan jangka waktu dan peruntukan)
3.      Pengelola Wakaf
a.       melakukan pengelolaan dan pemeliharaan barang yang diwakafkan,
b.      melaksanakan syarat dari pewakaf., boleh dilanggar jika:
c.       adanya maslahat
d.      Perkara diajukan pada hakim
e.       membela dan mempertahankan kepentingan harta wakaf.
f.       melunasi utang wakaf dengan menggunakan pendapatan atau hasil produksi harta wakaf tersebut.
g.      menunaikan hak-hak mustahik dari harta wakaf, tanpa menundanya, kecuali terjadi sesuatu yang mengakibatkan pembagian tersebut tertunda.

4.      Yang Boleh Dilakukan Nazhir
Ø  menyewakan harta wakaf
Ø  menanami tanah wakaf
Ø  membangun pemukiman di atas tanah wakaf untuk disewakan
Ø  mengubah kondisi harta wakaf menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi para fakir miskin dan mustahik,


5.      Yang Tidak Boleh Dilakukan
v  dominasi atas harta wakaf,
v  berutang atas nama wakaf
v  menggadaikan harta wakaf
v  mengizinkan seseorang menggunakan harta wakaf tanpa bayaran, kecuali dengan alasan hukum .
v  meminjamkan harta wakaf kepada pihak yang  tidak termasuk dalam golongan peruntukkan wakaf

D.   Sifat  Wakaf
Waqaf adalah aqad yang lazimah artinya tidak bisa dibatalkan oleh siapapun, dan tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwariskan. Bila waqaf berupa masjid namun ternyata tidak digunakan dan hancur, maka boleh dijual dan harganya digunakan untuk pembangunan masjid lagi.






Kesimpulan

          Dari definisi-definisi diatas  dapat disimpulkan bahwa wakaf adalah ibadah maaliyah yang bertujuan untuk memberikan faedah atau manfaat kepada orang yang berhak menerimanya . Hasil pengelolaan wakaf dapat dimanfaatkan ”semua lapisan masyarakat”, tanpa batasan golongan, untuk kesejahteraan sosial dan membangun peradaban umat, sesuai dengan syariat islam. Hal  tersebut juga sesuai dengan UU no. 41 Tahun 2004 yang berbunyi wakaf bertujuan  untuk mewujudka potensi da manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
         Dasar hokum wakaf bersumber pada AL-quran da Hadits, para ulama bersepakan bahwa wakaf adalah ibadah yang memiliki status hokum sunnah.




Bahan Rujukan
1.       http://id.wikipedia.org/wiki/Terminologi
2.       http://arisandi.com/pengertian-wakaf/
5.       http://www.gensalaf.net/?p=383
7.       http://pusbangwakafdt.blogspot.com/search/label/Definisi%20Wakaf
8.      PP No.42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
9.      Undang-Undang  Republik Indonesia nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf





[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Terminologi

[2] http://pusbangwakafdt.blogspot.com/search/label/Definisi%20Wakaf


[3] PP No 41 Tahun 2004 tentang wakaf

[4] http://pusbangwakafdt.blogspot.com/search/label/Wakaf

[5] http://lazmm.org/
[6] http://elshohwah.tripod.com/makalah/Diskusi%201.htm